Minggu, 11 Desember 2011


Keadilan Untuk Kaum Difabel


            Baru saja diadakan ASEAN Paragames 2011 di Solo, pada 12-22 Desember 2011 yang lalu. Sebagian dari kita mungkin sempat melihat langsung atau menyaksikan lewat TV event  tersebut. Banyak yang terharu melihat para atlit yang dengan keterbatasan-keterbatasannya ternyata mampu mengukir prestasi yang membanggakan. Melalui event tersebut masyarakat diharap lebih peka terhadap kaum difabel. Di luar penyelenggaraan event tersebut masih banyak  masalah yang dihadapi kaum difabel.
            3 Desember  diperingati sebagai World Disability Day. Sebuah hari untuk menghormati para kaum difabel. Pada tanggal yang sama tahun ini puluhan anak-anak dari YPAC kota Solo sambil duduk di kursi roda masing-masing membawa poster berisi protes perlakuan diskriminatif yang masih sering mereka alami. .Juru bicara YPAC kota Solo, Sugian Noor, mengatakan “Kalau sekarang kan pandangan pada kaum difabel masih diskriminatif, dianggap rendah martabatnya, itu masih kita rasakan..mungkin pandangan seperti itu sudah menjadi stigma negatif
            Sebagian penyandang difabel merasakan tekanan psikis karena di masyarakat mereka merasa tersisih dari komunitas. Selain itu ada anggapan keliru bahwa penyandang difabel adalah golongan  yang non produktif, harus bersekolah di “Sekolah Luar Biasa”, dan ada sebuah ungkapan  yang sangat menyayat hati bila diucapkan yaitu “ penyandang cacat”. Untungnya media sudah mulai memakai ungkapan “kaum difabel” yang dirasa lebih halus.
            Di Indonesia sebagian besar fasilitas publik seperti terminal bus, stasiun, bandara, gedung-gedung perkantoran masih belum dilengkapi sarana-sarana yang memudahkan akses kaum difabel. Para penyandang difabel masih merasa kesulitan untuk mendapatkan akses fasilitas-fasilitas publik. Padahal seharusnya pemerintah memfasilitasi kebutuhan khusus para penyandang difabel agar tidak terasa terjadi diskriminasi kepada mereka.
            Ada baiknya kita melihat fasilitas-fasilitas yang dibuat pemerintah di Negara-negara maju untuk kaum difabel

Gambar di atas memperlihatkan sebuah ramp (bidang miring) yang terletak persis di samping tangga yang dipisahkan oleh dinding pendek. Dengan kemiringan yang landai para pengguna kursi roda dapat lebih mudah mendapatkan akses ke bangunan terkait. 





 Ada sedikit perbedaan antara toilet biasa dengan gambar di atas. Di sana-sini terdapat banyak pegangan untuk memudahkan penyandang difabel (khususnya para pengguna kursi roda) . Fasilitas seperti ini juga bisa ditemukan di beberapa bertaraf internasional di Indonesia untuk memudahkan pasien.


Bagi kita yang diberikan penglihatan normal berjalan lurus bukan hal yang sulit namun bagi para penyandang tuna netra walaupun sudah memakai tongkat hal tersebut terkadang masih sulit dilakukan . dengan jalur pemandu mereka akan lebih mudah berjalan lurus.



Tempat-tempat dimana jalur pemandu ini sebaiknya dibangun:
  • Di bagian depan jalur lalu-lintas kendaraan
  • Di depan pintu rnasuk/keluar dari dan ke tangga
  • Di pintu rnasuklkeluar pad a terminal transportasi urnurn atau area penurnpang
  • Pada trotoar  yang rnenghubungkan antara jalan dan bangunan.
            Sudah selayaknya pemerintah memberikan kemudahan-kemudahan dalam bentuk fasilitas-fasilitas agar para penyandang difabel mendapatkan haknya sebagai warga negara.
            Di beberapa negara maju bahkan murid-murid ataupun mahasiswa difabel bersekolah ataupun kuliah di sekolah-sekolah umum. Hal ini memperlihatkan persamaan hak kepada semua warga negara.
Masyarakat dan pemerintah di negara maju memang cenderung lebih toleran kepada kaum difabel. Selayaknya kita meneladani hal tersebut. Tentu sebagai individu kita harus menyadari bahwa mereka pada dasarnya sama dengan kita. Hanya mungkin sejak lahir mereka tidak diberikan fisik yang sempurna atau karena terjadi kecelakaan yang menyebabkan mereka harus kehilangan anggota tubuhnya.. semoga ke depan pemerintah kita lebih peduli kepada nasib para kaum difabel.